Labels

Thursday 8 August 2013

Entah Bagaimana Melupakanmu?

Oleh: Zaimuddin Ahya' 
--Entah bagaima aku melupakan tulisanmu. Mungkin mulai hari ini aku tak akan melihat tulisanmu memenuhi kotak masuk di handphone ku. Tepatnya, kemarin, terakhir aku membaca tulisan yang membuat mulut ini bergerak-gerak laksana paruh burung prenjak yang melihat pisang.
Hubungan kita yang begitu rahasia, mungkin alam pun tak tau. Yah, kisah kita dimulai dari sms dan berakhir dengan sms. tanpa suara. tanpa tatap muka.
Waktu itu, sebenarnya aku menaruh perhatian sejak pertama melihatmu. Tapi, hingga beberapa bulan belum ada komunikasi diantara kita, karena tak ada “kebetulan” yang terjadi dan kita punya sifat yang sama. Yaitu, pemalu. Jadi tak ada tegur sapa. walaupun kita sering berpapasan. Karena kebetulan satu kampus.
Ratri, itulah sebutanmu. Teman-temanmu akrab memanggilmu. Begitu pula aku, walaupun cuma dalam hati. sedangkan mulut ini tersipu malu tak mampu bergema sedikitpun, bahkan mungkin sampai sekarang.
Aku masih ingat sekali. Iya, sore itu, diam-diam aku mencatat nomermu yang tertulis dalam lembaran absen kegiatan yang kita ikuti. Diskusi sore yang diselenggarakan oleh salah satu UKM (unit kegiatan mahasiswa). Tapi, nomermu hanya menjadi hiasan mati dalam kontak handphone ku. Tak ada keberanian menghubungimu.
Hingga pada suatu malam. Malam idul fitri, malam sms bertebaran. Berisi ucapan selamat dan maaf. Tiba-tiba muncul sebuah inspirasi. Aku mengirim sms ke nomermu. Ternyata sambutan baik yang kuharap terjadi. Kamu membalasnya. Dan, malam itulah yang menjadi awal kisah kita.
Hari ini aku mencoba mengenang, setidaknya itu indah bagiku. Dari malam itu, lama-lama aku dan kamu tambah akrab. Aku senang dengan hal itu dan mungkin kau juga senang, karena seakan tulisanmu berkata seperti itu.
“Aneh tapi nyata”, itu yang ku rasakan, mungkin tak jauh beda dengan dirimu. Begitu akrabnya di sms tapi seperti tak kenal ketika bertatap mata. Malu, mungkin itu. Setiap hari tak pernah kita tak saling sapa. Sapaan itu menjadi lebih intim. Bagaimana tidak? Hanya aku dan kamu yang tau.
Akhirnya benar, kita seperti Laila-Majnun, hanya berkata lewat tulisan dan mencuri pandang dari kejauhan. Walaupun aku tak pernah mengungkapkan cinta, begitu pula dirimu. Tapi kata-kata mesra yang tertulis itu sudah lebih mewakili isi hati.
Entah, kenapa tiba-tiba kamu berubah. Tepatnya kemarin sore, aku kaget membaca sms mu
“Kak, aku tak lagi percaya kepadamu, kamu hanyalah perayu wanita yang busuk dan aku adalah korban.”
Langit seakan mendadak gelap, aku pun mencoba menjelaskan. Tapi, seakan anggapan itu telah terpatri dalam sanubarimu. Sejak saat itulah, wajah ini tak pernah senyumm-senyum sendiri layaknya orang gila.
Sebenarnya hari aku masih menunggu, tapi itu percuma. Pikiranku masih terpusat pada Ratri. Tak Teresa matahari telah berubah warna menjadi kekuning-kuningan. Ternyata aku melamun seharian, mengenang kisah itu.
Setelah beberapa hari aku mencoba menghubunginya. Tak kusangka, ternyata dia menjawab dan seakan menunggu sms dariku. Aku pun bahagia. Kami meneruskan hubungan ini. Hubungan persahabatan yang mesra. Dari itu, semua berjalan seperti semula. Setiap hari, bahkan setiap waktu aku bersamanya.
Semakin lama kata-kata kami semakin mesra. Entah tak tau kapan awalnya, aku memanggilnya bulan. Sedang dia memanggilku bintang.
“Bulan tak lengkap tanpa bintang” itulah kata yang sering dia tuliskan.
“Bintang menemani bulan” kata inilah yang menjadi jawaban ku.
Akhirnya akupun memulai memberanikan diri, mengatakn perasaanku kepadanya, walau dengan nada bercanda. Dia pun membalas dengan bercanda.
“Aku tak pantas buat kakak”
Aku hanya tersenyum, aku tak memaksanya. yang penting bisa dekat dengannya itu sudah membuatku bahagia. Mungkin dia belum siap atau ada alas an lain. Yang jelas, kami nyaman dengan hubungan tanpa setatus ini.
Kedekatan kami sebenarnya sudah diluar kewajaran hubungan persahabatan. Singkat cerita. Akhirnya aku mengatakan kepadanya.
“Kakak suka Ratri, tapi kakak tak memaksa. Jika Ratri tak suka, ku harap kita tetap berteman”
“Aku harus berpikir, Ratri merasa gak pantas bersanding dengan kakak”
“Berarti Ratri menolak?yah, yang penting kita bersabat”
“Tapi, siapa juga yang nolak kakak”
Mulai sore ini kita resmi menjalin hubungan. Maka istilah bulan-bintang menjadi semakin bermakna. Ratri bulan ku dan aku bintang Ratri. Dan kami pun sepakat untuk serius sampai ke pelaminan, pastinya dengan perjuangan yang tidak mudah. Karena, pertama, aku dan Ratri dibesarkan oleh adat yang berbeda. Dan itu adalah kendala.
Ratri begitu lemah, dia sering cerita, malam hari sering menagis sendiri. Khuatir hubungan kami kandas ditengah jalan. Tapi aku selalu berusaha meyakinkannya. Dan, mengajaknya berjuang bersama. Tentunya, dibarengi doa kepada Allah swt.
Entah kenapa, tiba-tiba Ratri mengira aku marah.
“Kakak marah, maaf kak. Ratri bingung, semrawut, dan meneteskan air mata”
Hatiku terenyuh dan kebingungan, aku juga mengira ratri marah kepadaku, aku telpon—dan ini pertama kali—nomernya tidak aktif, aku tak tau harus berbuat apa. Aku berpikir , mungkin sms ku tidak terkirim ke handpone nya.
“Kak, sms pean baru samapi ke Ratri. Ratri semrawut dan bingung. Sekarang Ratri di parkiran”
Seketika aku menghampirinya, tanpa suara, hanya saling pandang, tapi kecerahan mulai menghiasi wajahnya. Akhirnya, aku mencoba membuka pembicaraaan. Dia pun menjawab, pastinya dengan kebahagiaan.
“Jangan menangis lagi ya, kakak tak marah, dan kakak akan berusaha setia sama Ratri, bi izdnillah” 
Hari ini aku harus pulang, karena ada sesuatu yang harus aku kerjkan di rumah. Ratri  awlnya tak mengijini, bukan karena apa , tapi dia tak kuat di kampus tanpa senyumku. Tapi setelah ku bujuk, akhirnya dia mengijini walau terpaksa. Dan, akupun berjanji menelponnya sebagai ganti dari pertemuan.
“Kakak suka Ratri”
“Ratri juga suka kakak. Kita sama-sama berusaha ya kak”
“Iya, bi izdnillah…..semangat!!”
Hari senin. Yah, setelah tiga hari tidakbertemu. Dihari ini kami melepas rindu, walau hanya tatapan dari kejauahan dan sms. Entah mengapa dia tiba-tiba khuatir aku akan meninggalkannya.
“Kakak tak akan meninggalkan ratri kan, kita berjuang bareng ya”
“Ya, dan halangan terbesar menurut ku adalah adat kita”
“Bukan itu kak, tapi,”
“Tapi apa?ratri harus terus terang, dalam cinta harus saling terbuka”
“Ratri takut, kakak meninggalkan Ratri, Ratri sayang sama kakak”
“Iya , kakak cinta Ratri, tapi ratri harus terus terang”
“Udah ada yang melamar Ratri, sebenarnya cowok itu yang dulu dijodohkan dengan ratri, terus dia minta putus, terus nyambung lagi karena dimarahin orang tuanya. Tapi kemudian putus lagi, akhirnya dia diberi kesempatan sampai lulus, dan dia menjawab untuk meneruskan hubungan dengan ratri, tapi itu setelah kita sama-sama suka. Dan ratri sekarang hanya mencintai kakak, ratri ingin kita berjuang, tapi ratri gak memaksa”
Aku pun kaget membaca pengakuan ratri
“Ratri salah, kenapa ratri gak bilang sejak awal bahwa ratri dalam masa penantian, kakak merasa berdosa, kaka telah menjadi orang ketiga.”
“Maafkan Ratri kak, cinta ini datang alami begitu saja, kakak pasti kecewa sama Ratri. Sekarang terserah kakak, mau berjuang sama Ratri atau tidak, Ratri salah, Ratri tak memaksa”
Aku tak kunjung membalas smsnya, aku bingung, aku perlu waktu untuk berpikir. Aku mencintainya dan ingin bersamanya, tapi disis lain posisiku salah, karena sebagai orang ketiga.
“Kakak, maafkan ratri”
“Kakak jangan diam, diam mu membunuhku”
“Kakak memaafkan Ratri,,,,kita sama-sam terluka, maaf! Kakak tak bisa berjuang bareng Ratri, kakak mersa berdosa menjadi orang ketiga. Tapi ratri tetep harus semangat. Kakak bukan segala-galanya, Ratri masih punya Allah. Tuhan alam semesta.” Ini jawaban terakhirku, dan tidak ada balasan lagi darinya. Dan, sekarang aku memasrahkan total hubungan ini kepada Allah, bagaimana yang terbaik untuk kami. Jika berjodoh suatu saat cinta in akan menyatu bi izdnillah.




1 comment:

Blogroll