Oleh: Zaimuddin Ahya'*
Tampaknya pengaruh pilpres terhadap rakyat Indonesia begitu besar,
sehingga agak pantas jika dikatakan rakyat Indonesia sedang terperangkap dalam
mimpi tak terbatas. Ya, impian melihat calon yang didukungnya berhasil
memperoleh suara terbanyak. Terlihat dari postingan di sosial media (facebook,
twitter dan semacamnya) yang berisi pengunggulan calon yang didukung dan juga
sindiran-sindiran sinis kepada calon yang lain, padahal ritual memilih presiden
telah usai dan tinggal menunggu hasil.
Sebenarnya waktu menunggu hasil penghitungan Komisi Pemilihan Umum
(KPU) mungkin akan lebih afdhol jika digunakan untuk bersantai, berhenti
menghujat satu sama lain, dan melupakan pertengkaran kemarin, tapi apakah mungkin,
setelah saling tusuk kemudian sekejap seakan tidak terjadi apa-apa, kayaknya
rakyat Indonesia tidak sebaik itu, bukankah watak bangsa ini pendendam?
Banyaknya kekhawatiran hari ini Indonesia dalam situasi rawan
perang saudara itu sangat beralasan. Disamping sifat pendendam, ada juga sifat
lain yang lebih berbahaya, yaitu tidak mampu menerima kekalahan. Entah, penulis
tidak bisa membayangkan jika hal ini masih berlanjut sampai lima tahun
mendatang, bukan tidak mungkin kita akan saling bunuh dengan saudara kita
sendiri setiap hari, mengerikan bukan?
Keanehan
atau Keajaiban
Dalam pemilu kali ini ada sesuatu—entah aneh atau ajaib—yang sepertinya
belum pernah terjadi dipemilu-pemilu sebelumya, yaitu hasil perbedaan
penghitungan cepat oleh beberapa lembaga survei yang berkerjasama dengan
station televisi, lebih tidak mengherankan lagi, station televisi mengunggulkan
calon masing-masing. Maka wajar jika di sosial media ada yang memposting “tokoh
ini adalah presiden terpilih negara republik
station televisi ....”
Dari perbedaan hasil penghitungan cepat menimbulkan banyak
prasangka, diantanya ada yang beranggapan hal ini memang direkayasa oleh masing-masing
pendukung, tapi ada juga yang beranggapan bahwa ada perbedaan dalam mengumpulkan
data, melihat penghitungan cepat itu hanya mengambil sampel, tidak keseluruhan.
Jika prasangka yang pertama itu benar, berarti kita memang benar-benar sedang
terperangkap dalam ilusi pilpres yang tak terbatas, tapi jika prasangka yang
kedua yang benar, maka kita benar-benar masih sadar bahwa kita semua
bersaudara, satu nusa, satu bangsa, satu bahasa.
Ilusi
Berbuah Konflik
Hasil
penghitungan cepat memang terjadi perbedaan, tapi tidak mungkin kedua calon akan
menang semua, pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Bagi yang menang akan
dengan mudah bersyukur, tapi bagi yang kalah apakah bisa menerima. Kemungkinan
terjadi saling tuduh merekayasa suara yang masuk itu rentan terjadi, melihat
selisih perolehan suara yang sangat tipis. Jika saling tuduh benar-benar
terjadi, mungkin ritual pilpres bisa saja tidak selesai sampai di sini, dan
negaralah yang paling dirugikan.
Ritual pilpres akan semakin terasa
tidak maqbul’ manakala nantinya hasil hitungan akhir dari KPU tidak
disikapi dengan legowo oleh calon yang kalah, karena bisa membakar
kekecewaan para simpatisan. Kemungkinan terburuk kita akan perang saudara,
sedangkan kemungkinan agak buruk akan terjadi pembangkangan pihak calon yang
kalah selama lima tahun kedepan, tapi penulis kira dua kemungkinan tersebut
tidak akan terjadi, karena tak mungkin mereka memilih terperangkap terlalu dalam oleh ilusi tak
terbatas pilpres ini, maka calon yang kalah pasti akan legowo dan tak
mungkin menjadi penyulut konflik setanah air, sebagaimana sering kita dengar
bahwa mereka mencalonkan diri sebagai presiden demi kesejahteraan Indonesia. Wallahu
‘alam
*Penulis adalah Pengelola blog Fenomenal
No comments:
Post a Comment