Labels

Monday 6 October 2014

Agama Tidak Akan Mati

Judul Buku  : Agama Punya Seribu Nyawa
Penulis         : Komaruddin Hidayat
Penerbit       : Noura Books
Tebal           : XXV + 281 halaman
Peresensi     : Zaimuddin Ahya'*


Oleh: Zaimuddin Ahya'
--Akhir-akhir ini keberlangsungan agama di pertanyakan. Agama sering dianggap telah kuno dan sudah tidak relevan pada zaman modern ini. Bahkan, munculnya terorisme dan kekerasan atas nama agama  menjadikan agama menyandang asumsi negative, sumber pertikaian. Kemudian, bagaimana nasib agama dimasa depan? Mungkinkah agama akan mati?
Dalam buku “agama punya seribu nyawa”, Komaruddin Hidayat mencoba menjawab pertanyaan di atas. Dia menerangkan hakikat agama dan kebutuhan manusia terhadapa agama. Banhkan , menyatakan bahwa agama adalah pelita kehidupan. Agama tidak bisa difahami secala lahirnya saja. Sering kali orang beragama tidak bisa mersakan esensi agama itu sendiri. Akhirnya, orang tersebut hanya menjadi makhluk material dan bukan makhluk sepiritual. Dalam bahasa lain orang tersebut menderita penyakit rohani. Sehingga tidak bisa membedakan baik dan buruk.
Tidak hanya itu, penulis juga menyatakan bahwa pluralisme agama adalah keniscayaan. “ragam agama dan mazdhab itu laksana ratusan sungai yang mengalir dari berbagai penjuru arah, melewati berbagai daratan, lembah, dan pegunungan yang berbeda-beda, namun, muaranya satu adanya, yakni samudra”. Begitulah pernyataan penulis dalam mengibaratkan perbedaan agama. Menurutnya, Tuhan bagaikan samudra kasih yang senantiasa menampung dan merindukan ruh manusia untuk kembali menyatu denaganNya. Dari manapun dan apapun yang terbawa oleh sungai, samudra tidak akan menolak. Bahkan menetralisir kotoran-kotoran yang dibawa.
Akan tetapi, sering kali terjadi kecemburuan diantara umat beragama dalam memperebutkan kasih Tuhan. Tak jarang mereka saling mengangkat senjata dan menumpahkan darah. Memang, ada kesan tidak rela jika ada orang yang bebeda agama masuk surga. Bahkan, ada doktrin agama yang menyatakan bahwa orang yang berbeda agama adalah kafir dan membunuhnya mendapat pahala. Doktrin tersebut sangat kuat, terutama dalam agama Islam dan Kristen. Maka, tak mengherankan Perang mereka pun disebut “holy war” (baca; Perang Suci).
Problem trut claim sebenarnya harus segera diakhiri. Jika tidak, maka umat manusia akan menyaksikan pertumpahan darah antar umat beragama semakin seru dan merata. Disini penulis melontarkan pertanyaan yang menggelitik para pembaca, “Mestikah beragama disertai sikap cemburu dan benci terhadap mereka yang berbeda keyakinan? Kalau seseorang telah yakin dan merasa benar serta nyaman dengan ajaran dan praktik keberagamaannya, bukankah kenyamanan itu yang mestinya disebarluaskan?”.
Kemudian, konflik agama tersebut membuat beberapa orang elergi terjadap agama. Sehingga muncul gerakan politik dan pemikir yang secara terang-terangan memusuhi agama. Bahkan kalau perlu dihapuskan saja. Misalnya Lenin, Mark, Richard Dawkins yang secara sistematis membangun argument ilmiah-rasioanal untuk meragukan agama.
Akan tetapi semua itu tidak menenggalamkan agama. Malahan kini semangat dan militansi agama semakin kuat. Bahkan ramalan para pemikir modern yang mengatakan ketika ilmu pengetahuan dan tegnologi telah maju agama akan mati tanpa di basmi dan Tuhan dianggap telah pensiun itu pun meleset. Agama masih hidup dan tetap eksis. Karena pada kenyataannya banyak persoalan kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh iptek modern. Jadi, “ sepanjang manusia masih nyambung dengan akar primodialnya Yang Sejati, nyawa-nyawa agama senantiasa subur dan abadi”. Itulah kalimat dari penulis.

Buku ini mengajarkan sikap toleransi agama sekaligus tetap menjaga identitas agama masing-masing. Maka,layak dibaca siapapun. Khususnya mereka yang mengalami kekecewaan pada agama dan yang suka menyebarkan agama dengan pedang serta mempunyai kecemburuan berlebihan dalam merebutkan kasih Tuhan. Selamat membaca!


*Penulis adalah Pengelola blog Fenomenal

No comments:

Post a Comment

Blogroll