Labels

Thursday 13 November 2014

Memilih Penderitaan Yang Membahagiakan

Oleh: Zaimuddin Ahya'
--Banyak yang mengatakan kalau ingin bahagia harus menderita terlebih dahulu. Satatemen ini juga dikuatkan dengan pribahasa yang cukup terkenal "berakit-rakit dahulu, berenang ketepian. Bersakit sakit dahulu bersenang-senang kemudian". Namun kalau kita fahami betul kehidupan ini, tak selamanya menderita itu berujung kebahagiaan. Sekarang yang jadi pertanyaan, penderitaan atau sakit seperti apa yang mengantarkan kepaa kebahagiaan?

Kita sering mendengar kisah tentang penderitaan para Nabi, Pejuang, Pahlawan. Mereka pantang menyerah, rela berkorban, berani mati, dan kadang harus berpisah dari keluarga demi memperjuangkan kebenaran yang diyakini. Sepak terjang para tokoh tersebut dianggap oleh banyak orang sebai penderitaan, begitu pula penulis. Tapi akhir-akhir ini, ada yang mengelitik hati penulis, apakah benar para tokoh tersebut menderita?jangan-jangan malah sangat bahagia dengan apa yang mereka lakukan.
Penderitaan itu Subyektif
Ada situasi yang sama tapi dirasakan berbeda oleh orang berbeda. Yah, Mungkin kita pernah mengalami, kita berbahagia dalam satu situasi, tapi teman kita justru sedih. Maka, dapat disimpulkan bahwa penderitaan lebih berhubungan dengan perasaan, dan manusia berbeda-beda.
Dengan argumen di atas, tak berlebihan jika penulis berprasangka; mungkin tokoh- tokoh di atas tidak pernah menderita, bahkan selalu bahagia. Bukankah Tuhan juga berfirman dalam al-Qur'an tentang apa yang dirasakan para kekasihnya--yang dianggap menderita oleh kebanyakan orang--"Sesungguhnya kekasih-kekasih ku tidak merasa takut dan tidak bersedih". Jadi, dapat disimpulkan bahwa para tokoh di atas memilih penderitaan yang membahagiakan.
Penderitaan Sejati
Kalau tadi kita membahas penderitaan yang membahagiakan, sekarang ayo kita meneliti, mungkin ada penderitaan yang tidak membahagiakan atau--dalam istilah penulis--penderitaan sejati
Setiap orang pasti tidak ada yang menginginkan merasakan penderitaan, tapi kadang keadaan memaksa kita untuk menderita. Misalnya, menderita karna miskin yang tak disyukuri, menderita karna perbauatan jelek masa lalu, misalnya korupsi yang mengakibaykan dipenjara dan masih banyak lagi. Tapi, Tunggu dulu, tidak selamanya keadaan yang memaksa, tapi kitalah yang mengakibatkan penderitaan itu. Dan, ketika mengalami penderitaan seperti inilah yang layak dusebut penderitaan sejati.
Penderitaan sejati bukan berarti penderitaan abadi, yang tak bisa dihilangkan. Dalam al-Qur'an Allah menyuruh kita untuk mengikuti perbuatan jelek dengan perbuatan baik, karena perbuatan baik akan menghapus perbuatan jelek. Penulis menduga perintah ini mengandung obat penawar dari penderitaan sebuah penyesalan dari kesalahan kesalahan yang lalu. Karena Walaupun sejarah mencatat kesalahan yang pernah dilakukan, namun selama kita masih bernafas, itu bukanlah sejarah akhir kita. Intinya, perbaikan dari penderitaan harus dilakukan supaya bebas dari itu.

*Penulis adalah Pengelola blog Fenomenal

No comments:

Post a Comment

Blogroll